BIODEGRADASI SENYAWA ORGANIK
BIODEGRADASI 2,4-DIKLOROFENOL OLEH
BAKTERI ALCALIGENES sp DAN BACILLUS sp
Sebelumnya saya membuat artikel
blog saya sesuai dengan literature penelitian. Begini ceritanya :
Kontaminasi senyawa-senyawa kimia beracun
telah menimbulkan masalah besar dalam lingkungan. Senyawa kimia ini pada
umumnya adalah hasil produksi yang tidak alami (senobiotik). Untuk itu perlu
dilakukan penanganan yang serius agar senyawa-senyawa kimia ini tidak
menimbulkan gangguan pada ekosistem. Ada beberapa alternatif yang telah banyak
digunakan untuk menangani masalah ini seperti melakukan pembakaran dan
pengolahan secara kimia. Metode ini memerlukan biaya yang relatif tinggi dan
dapat menimbulkan masalah baru yang lebih sulit untuk diatasi. Penggunaan
mikroorganisme untuk proses biodegradasi merupakan suatu alternatif yang
menjanjikan untuk dikaji lebih mendalam.
Senyawa 2,4-diklorofenol merupakan derivat
klorofenol. Senyawa ini lebih besar jumlahnya yang dibuang ke lingkungan
dibandingkan diklorofenol lainnya. Sumber terbesar 2,4-diklorofenol adalah dari
hasil antara penggunaan herbisida asam 2,4-diklorofenoksiasetat. Herbisida ini
sangat banyak digunakan saat ini. Senyawa 2,4-diklorofenol ini juga dibuang ke
lingkungan bersama limbah cair hasil proses pemutihan bubur kertas yang
menggunakan klorin.
Dengan menggunakan mikroorganisme,
2,4-diklorofenol dapat didegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan
tingkat keracunan yang lebih rendah. Mikroorganisme yang lebih efektif untuk
degradasi ini kemungkinan besar adalah bakteri dan fungi. Menurut laporan
Haggblom dan Valo (1995), ada beberapa jenis mikroorganisme yang dapat
mendegradasi 2,4-diklorofenol antara lain; Pseudomonas sp. strain NCB
9340 (Evans dkk 1971), Flavobacterium sp. strain MH (Horvath dkk 1980), Acinobacter
sp. (Beadle dan Smith 1982), Arthrobacter sp. (Bollag dkk 1988,
Engelhardt dkk 1979, Spain dan Gibson 1988), Flavobacterium sp. strain
50001 (Chaudry dan Huang 1988), Rhodococcus erythropolis ICP (Gorlatov
dkk 1989), Xanthobacter sp. strain CP (Ditzelmuller dkk 1989).
Degradasi 2,4-diklorofenol oleh mikroorganisme
menjadi senyawa yang lebih sederhana akan mengikuti suatu mekanisme dan
kinetika degradasi serta model kinetika tertentu. Hal ini disebabkan karena
toksisitas senyawa ini lebih besar dari pada senyawa diklorofenol lainnya
(Chakrabarty dkk 1983). Pada penelitian ini, senyawa diklorofenol yang
digunakan adalah senyawa 2,4-diklorofenol. Disamping hal-hal di atas, senyawa
ini dapat memberikan beberapa kemungkinan hasil biodegradasi. Hasil
biodegradasi biasanya berbeda oleh mikroorganisme yang berbeda. Hal ini
disebabkan karakteristik dan kemampuan mikroorganisme itu sendiri dalam
mendegradasi 2,4-diklorofenol.
Untuk mengetahui mikroorganisme aerob yang
mendegradasi senyawa 2,4-diklorofenol, isolasi mikroorganisme dilakukan dari
limbah pabrik bubur kertas yang menggunakan klorin sebagai pemutih.
Mikroorganisme ini diaklimatisasi dengan senyawa 2,4-diklorofenol, dan
selanjutnya diisolasi serta diidentifikasi.
Adanya
kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa kloroaromatik, maka
diperoleh suatu anggapan bahwa mikroorganisme dapat digunakan untuk degradasi
senyawa-senyawa klorofenol. Senyawa klorofenol ini dapat didegradasi oleh
mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Peristiwa
metabolisa pada degradasi ini juga diikuti oleh mineralisasi dari senyawa
tersebut. Mineralisasi merupakan konversi dari senyawa klorofenol menjadi
senyawa anorganik. Dalam hal ini klorofenol digunakan sebagai sumber karbon dan
energi oleh mikroorganisme.
Senyawa klorofenol adalah senyawa siklis
aromatic yang resisten. Klorofenol ini dapat didegradasi oleh beberapa
mikroorganisme manjadi molekul yang toksisitasnya lebih rendah. Adanya halogen
pada siklis aromatik biasanya menimbulkan proses deaktifasi pada mikroorganisme
dalam biodegradasi. Pengaruh deaktifasi bertambah dengan bertambahnya jumlah
substitusi halogen pada aromatik. Klorofenol dengan substitusi halogen yang
besar dapat menjadi resisten dalam biodegradasi mikroorganisme.
Senyawa 2,4-diklorofenol dapat diperoleh dalam air limbah
proses pemutihan bubur kertas yang menggunakan klorin. Pada kegiatan domestik,
2,4-diklorofenol dapat juga dihasilkan dari pembakaran sampah-sampah domestik
yang mengandung senyawa klorida organik. Kemampuan mikroorganisme untuk
mendegradasi suatu senyawa sangat dipengaruhi oleh tingkat keracunan senyawa
itu sendiri. Adanya halogen pada 2,4-diklorofenol yang menimbulkan proses
deaktifasi pada mikroorganisme.
Sumber mikroorganisme yang digunakan diperoleh dari
pengolahan air limbah pabrik bubur kertas PT. Indorayon yang menggunakan klorin
sebagai pemutih, kemudian mikroorganisme ini diaklimatisasi dengan senyawa
2,4-diklorofenol. Hasil identifikasi bakteri berdasarkan uji secara biokimia
diperoleh dua jenis bakteri yaitu Acaligenes sp, dan Bacillus sp.
Biodegradasi 2,4-diklorofenol terjadi mulai hari ke 3 (tiga) hingga hari ke 21,
hal ini ditunjukkan oleh berkurangnya konsentrasi 2,4-diklorofenol hingga
sebesar 0,2 mg/l dari konsentrasi mula-mula 40 mg/l untuk bakteri Alcaligenes
sp.
Mikroorganisme yang mampu mendegradasi
fenol tidak hanya berasal dari genus bakteri saja, melainkan khamir, jamur, dan
alga. Beberapa spesies bakteri yang mampu mendegradasi fenol diantaranya, Bacillus
sp., Pseudomonas sp., Acinotobacter sp., dan Achromobacter
sp.
Mikroba yang sudah banyak diteliti
kemampuannya dalam mendegradasi fenol adalah Pseudomonas sp. Beberapa
spesies Pseudomonas yang sudah diteliti diantaranya P. aeruginosa (Afzal
et al. 2007; Agarry et al. 2008a, Agarry et al. 2008b,
Agarry et al. 2008c), P. fluorescence (Agarry et al. 2008a;
Agarry et al. 2008b; Agarry et al. 2008c; Lin et al. 2008),
P. putida (El-Naas et al. 2009), P. pictorum (Annadurai et
al. 2007; Annadurai & Lee 2007), dan P. pseudomallei (Afzal et
al. 2007). Walaupun demikian, P. putida merupakan spesies Pseudomonas
yang dilaporkan mampu menggunakan fenol sebagai sumber karbon utama dan
satu-satunya dengan laju degradasi relatif tinggi.
Hasil penelitian Abd-El-Haleem et
al. (2003) menunjukkan bahwa Acinetobacter sp. W-17 mampu
mendegradasi fenol (500 mg/L) dengan sempurna selama 120 jam. Pandoraea sp.
yang diisolasi dari tanah Laut Merah juga dilaporkan mempunyai kemampuan
mendegradasi 100% fenol dengan konsentrasi 50 mg/L selama tiga hari dan hanya
mampu mendegradasi 15% fenol yang diberikan dengan konsentrasi 100 mg/L.
Untuk
bakteri campuran antara Alcaligenes sp dan Baccilus sp, pada awalnya tidak
menunjukkan proses biodegradasi hingga pada hari pertama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa awalnya kedua bakteri campuran hanya adaptasi terhadap senyawa
2,4-diklorofenol. Namun pada hari ke 3 (tiga) sudah nampak penggunaan substrat
2,4-diklorofenol oleh bakteri sebagai sumber karbon. Pada saat ini peristiwa
biodegradasi telah terjadi, hal ini dapat dilihat dari konsentrasi senyawa
2,4-diklorofenol sisa yang terukur sebesar 30 mg/l, 40 mg/l dan 78.
Biodegradasi terus berlangsung hingga pada hari ke 21 yang ditunjukkan oleh
sisa 2,4-diklorofenol menjadi 0,15 mg/l, 1,6 mg/l, 1 mg/l dan 2,5 mg/l dari
konsentrasi awal
Permasalahannya:
1. Menurut hasil penelitian yangs say baca bahwa bakteri
campuran antara Alcaligenes sp dan Bacillus sp pada proses bidegradasi 2,4
diklorofenol tidak tampak pada hari pertama dan baru keliatan pada hari ketiga.
kenapa demikian dan bagaimana idenya agar proses biodegradasi yang baru bisa terjadi pada hari ketiga ini bisa terjadi pada hari pertama hanya dengan 2 bakteri ini saja.?
kenapa demikian dan bagaimana idenya agar proses biodegradasi yang baru bisa terjadi pada hari ketiga ini bisa terjadi pada hari pertama hanya dengan 2 bakteri ini saja.?
2. Bagaimana mengoptimalkan proses biodegradasi
secara cepat dengan satu bakteri saja yang lemah.? karena kita tau proses
biodegradasi akan berjalan cepat dengan banyaknya bakteri yang bercampur untuk
mendegradasi suatu senyawa.
:)
BalasHapusSaya akan mencoba mengomentari salah satu dari permasalahan Anda,,,
Menurut saya, proses biodegradasi 2,4 diklorofenol itu tampak pada hari ketiga dikarenakan pada hari pertama dan kedua masih terjadi penyesuaian antara bakteri Alcaligenes sp dan Bacillus sp dengan lingkungan dalam 2,4 diklorofenol. Disini terjadi penyesuaian suhu, pH dan nutrien yang cocok dengan kedua bakteri tersebut terhadap 2,4 diklorofenol.
Bagaimana agar proses biodegradasi dapat terjadi dari hari pertama?
Menurut saya, dapat dilakukan dengan menambahkan nutrien yang berlebih pada lingkungan. Nutrien ini merupakan nutrien tambahan yang bukan berasal dari 2,4 diklorofenol melainkan ditambahkan berdasarkan kemampuan konsumsi dari kedua bakteri. Kemungkinan lain, bisa dengan menambahkan suatu zat yang dapat merubah pH lingkungan untuk dapat memaksa bakteri bekerja lebih aktif dalam mendegradasi.
Terimakasih..
Demikianlah ide saya, semoga membantu
menurut literatur yang saya baca,
BalasHapusKecepatan degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam bioreaktor.
jadi, apabila kita menginginkan hanya satu bakteri saja. kita dapat dengan menambahkan suatu substituen, agar pH dan temperatur yang digunakan dapat dioptimalkan. agar reaksi dapat berjalan dengan cepat, walaupun hanya dengan satu bakteri saja.
No 2
BalasHapusDengan cara feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
alternatif lain dengan cara mengunakan teknologi biomerasi..
Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha
untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk
mendegradasi/mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial
dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier, 1991). Teknologi ini sangat
berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga
prinsip dalam teknologi bioremediasi, yaitu pelepasan langsung mikroba ke
lingkungan terkontaminasi, peningkatan kemampuan mikroba indigenous (asli),
dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus (Portier, 1991).
Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada
komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy
and Colwell, 1990). Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan
berat molekul besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat
dibandingkan dengan senyawa dengan berat molekul rendah. Meski demikian
beberapa studi menunjukkan bahwa degradasi pada kondisi optimum terhadap
senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi (Leahy and Colwell, 1990). Demikian
juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al., 1992).