Kamis, 11 April 2013

BIODEGRADASI SENYAWA ORGANIK



BIODEGRADASI SENYAWA ORGANIK


BIODEGRADASI 2,4-DIKLOROFENOL OLEH BAKTERI ALCALIGENES sp DAN BACILLUS sp


Sebelumnya saya membuat artikel blog saya sesuai dengan literature penelitian. Begini ceritanya :

Kontaminasi senyawa-senyawa kimia beracun telah menimbulkan masalah besar dalam lingkungan. Senyawa kimia ini pada umumnya adalah hasil produksi yang tidak alami (senobiotik). Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang serius agar senyawa-senyawa kimia ini tidak menimbulkan gangguan pada ekosistem. Ada beberapa alternatif yang telah banyak digunakan untuk menangani masalah ini seperti melakukan pembakaran dan pengolahan secara kimia. Metode ini memerlukan biaya yang relatif tinggi dan dapat menimbulkan masalah baru yang lebih sulit untuk diatasi. Penggunaan mikroorganisme untuk proses biodegradasi merupakan suatu alternatif yang menjanjikan untuk dikaji lebih mendalam.
Senyawa 2,4-diklorofenol merupakan derivat klorofenol. Senyawa ini lebih besar jumlahnya yang dibuang ke lingkungan dibandingkan diklorofenol lainnya. Sumber terbesar 2,4-diklorofenol adalah dari hasil antara penggunaan herbisida asam 2,4-diklorofenoksiasetat. Herbisida ini sangat banyak digunakan saat ini. Senyawa 2,4-diklorofenol ini juga dibuang ke lingkungan bersama limbah cair hasil proses pemutihan bubur kertas yang menggunakan klorin.
Dengan menggunakan mikroorganisme, 2,4-diklorofenol dapat didegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan tingkat keracunan yang lebih rendah. Mikroorganisme yang lebih efektif untuk degradasi ini kemungkinan besar adalah bakteri dan fungi. Menurut laporan Haggblom dan Valo (1995), ada beberapa jenis mikroorganisme yang dapat mendegradasi 2,4-diklorofenol antara lain; Pseudomonas sp. strain NCB 9340 (Evans dkk 1971), Flavobacterium sp. strain MH (Horvath dkk 1980), Acinobacter sp. (Beadle dan Smith 1982), Arthrobacter sp. (Bollag dkk 1988, Engelhardt dkk 1979, Spain dan Gibson 1988), Flavobacterium sp. strain 50001 (Chaudry dan Huang 1988), Rhodococcus erythropolis ICP (Gorlatov dkk 1989), Xanthobacter sp. strain CP (Ditzelmuller dkk 1989).
Degradasi 2,4-diklorofenol oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana akan mengikuti suatu mekanisme dan kinetika degradasi serta model kinetika tertentu. Hal ini disebabkan karena toksisitas senyawa ini lebih besar dari pada senyawa diklorofenol lainnya (Chakrabarty dkk 1983). Pada penelitian ini, senyawa diklorofenol yang digunakan adalah senyawa 2,4-diklorofenol. Disamping hal-hal di atas, senyawa ini dapat memberikan beberapa kemungkinan hasil biodegradasi. Hasil biodegradasi biasanya berbeda oleh mikroorganisme yang berbeda. Hal ini disebabkan karakteristik dan kemampuan mikroorganisme itu sendiri dalam mendegradasi 2,4-diklorofenol.
Untuk mengetahui mikroorganisme aerob yang mendegradasi senyawa 2,4-diklorofenol, isolasi mikroorganisme dilakukan dari limbah pabrik bubur kertas yang menggunakan klorin sebagai pemutih. Mikroorganisme ini diaklimatisasi dengan senyawa 2,4-diklorofenol, dan selanjutnya diisolasi serta diidentifikasi.

Adanya kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa kloroaromatik, maka diperoleh suatu anggapan bahwa mikroorganisme dapat digunakan untuk degradasi senyawa-senyawa klorofenol. Senyawa klorofenol ini dapat didegradasi oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Peristiwa metabolisa pada degradasi ini juga diikuti oleh mineralisasi dari senyawa tersebut. Mineralisasi merupakan konversi dari senyawa klorofenol menjadi senyawa anorganik. Dalam hal ini klorofenol digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme.
Senyawa klorofenol adalah senyawa siklis aromatic yang resisten. Klorofenol ini dapat didegradasi oleh beberapa mikroorganisme manjadi molekul yang toksisitasnya lebih rendah. Adanya halogen pada siklis aromatik biasanya menimbulkan proses deaktifasi pada mikroorganisme dalam biodegradasi. Pengaruh deaktifasi bertambah dengan bertambahnya jumlah substitusi halogen pada aromatik. Klorofenol dengan substitusi halogen yang besar dapat menjadi resisten dalam biodegradasi mikroorganisme.

Senyawa 2,4-diklorofenol dapat diperoleh dalam air limbah proses pemutihan bubur kertas yang menggunakan klorin. Pada kegiatan domestik, 2,4-diklorofenol dapat juga dihasilkan dari pembakaran sampah-sampah domestik yang mengandung senyawa klorida organik. Kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi suatu senyawa sangat dipengaruhi oleh tingkat keracunan senyawa itu sendiri. Adanya halogen pada 2,4-diklorofenol yang menimbulkan proses deaktifasi pada mikroorganisme.
Sumber mikroorganisme yang digunakan diperoleh dari pengolahan air limbah pabrik bubur kertas PT. Indorayon yang menggunakan klorin sebagai pemutih, kemudian mikroorganisme ini diaklimatisasi dengan senyawa 2,4-diklorofenol. Hasil identifikasi bakteri berdasarkan uji secara biokimia diperoleh dua jenis bakteri yaitu Acaligenes sp, dan Bacillus sp. Biodegradasi 2,4-diklorofenol terjadi mulai hari ke 3 (tiga) hingga hari ke 21, hal ini ditunjukkan oleh berkurangnya konsentrasi 2,4-diklorofenol hingga sebesar 0,2 mg/l dari konsentrasi mula-mula 40 mg/l untuk bakteri Alcaligenes sp.
Mikroorganisme yang mampu mendegradasi fenol tidak hanya berasal dari genus bakteri saja, melainkan khamir, jamur, dan alga. Beberapa spesies bakteri yang mampu mendegradasi fenol diantaranya, Bacillus sp., Pseudomonas sp., Acinotobacter sp., dan Achromobacter sp.
Mikroba yang sudah banyak diteliti kemampuannya dalam mendegradasi fenol adalah Pseudomonas sp. Beberapa spesies Pseudomonas yang sudah diteliti diantaranya P. aeruginosa (Afzal et al. 2007; Agarry et al. 2008a, Agarry et al. 2008b, Agarry et al. 2008c), P. fluorescence (Agarry et al. 2008a; Agarry et al. 2008b; Agarry et al. 2008c; Lin et al. 2008), P. putida (El-Naas et al. 2009), P. pictorum (Annadurai et al. 2007; Annadurai & Lee 2007), dan P. pseudomallei (Afzal et al. 2007). Walaupun demikian, P. putida merupakan spesies Pseudomonas yang dilaporkan mampu menggunakan fenol sebagai sumber karbon utama dan satu-satunya dengan laju degradasi relatif tinggi.
Hasil penelitian Abd-El-Haleem et al. (2003) menunjukkan bahwa Acinetobacter sp. W-17 mampu mendegradasi fenol (500 mg/L) dengan sempurna selama 120 jam. Pandoraea sp. yang diisolasi dari tanah Laut Merah juga dilaporkan mempunyai kemampuan mendegradasi 100% fenol dengan konsentrasi 50 mg/L selama tiga hari dan hanya mampu mendegradasi 15% fenol yang diberikan dengan konsentrasi 100 mg/L.
Untuk bakteri campuran antara Alcaligenes sp dan Baccilus sp, pada awalnya tidak menunjukkan proses biodegradasi hingga pada hari pertama. Sehingga dapat dikatakan bahwa awalnya kedua bakteri campuran hanya adaptasi terhadap senyawa 2,4-diklorofenol. Namun pada hari ke 3 (tiga) sudah nampak penggunaan substrat 2,4-diklorofenol oleh bakteri sebagai sumber karbon. Pada saat ini peristiwa biodegradasi telah terjadi, hal ini dapat dilihat dari konsentrasi senyawa 2,4-diklorofenol sisa yang terukur sebesar 30 mg/l, 40 mg/l dan 78. Biodegradasi terus berlangsung hingga pada hari ke 21 yang ditunjukkan oleh sisa 2,4-diklorofenol menjadi 0,15 mg/l, 1,6 mg/l, 1 mg/l dan 2,5 mg/l dari konsentrasi awal

Permasalahannya:
1.      Menurut hasil penelitian yangs say baca bahwa bakteri campuran antara Alcaligenes sp dan Bacillus sp pada proses bidegradasi 2,4 diklorofenol tidak tampak pada hari pertama dan baru keliatan pada hari ketiga.
kenapa demikian dan bagaimana idenya agar proses biodegradasi yang baru bisa terjadi pada hari ketiga ini bisa terjadi pada hari pertama hanya dengan 2 bakteri ini saja.?
2.      Bagaimana mengoptimalkan proses biodegradasi secara cepat dengan satu bakteri saja yang lemah.? karena kita tau proses biodegradasi akan berjalan cepat dengan banyaknya bakteri yang bercampur untuk mendegradasi suatu senyawa.

3 komentar:

  1. :)
    Saya akan mencoba mengomentari salah satu dari permasalahan Anda,,,
    Menurut saya, proses biodegradasi 2,4 diklorofenol itu tampak pada hari ketiga dikarenakan pada hari pertama dan kedua masih terjadi penyesuaian antara bakteri Alcaligenes sp dan Bacillus sp dengan lingkungan dalam 2,4 diklorofenol. Disini terjadi penyesuaian suhu, pH dan nutrien yang cocok dengan kedua bakteri tersebut terhadap 2,4 diklorofenol.
    Bagaimana agar proses biodegradasi dapat terjadi dari hari pertama?
    Menurut saya, dapat dilakukan dengan menambahkan nutrien yang berlebih pada lingkungan. Nutrien ini merupakan nutrien tambahan yang bukan berasal dari 2,4 diklorofenol melainkan ditambahkan berdasarkan kemampuan konsumsi dari kedua bakteri. Kemungkinan lain, bisa dengan menambahkan suatu zat yang dapat merubah pH lingkungan untuk dapat memaksa bakteri bekerja lebih aktif dalam mendegradasi.

    Terimakasih..
    Demikianlah ide saya, semoga membantu

    BalasHapus
  2. menurut literatur yang saya baca,
    Kecepatan degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam bioreaktor.
    jadi, apabila kita menginginkan hanya satu bakteri saja. kita dapat dengan menambahkan suatu substituen, agar pH dan temperatur yang digunakan dapat dioptimalkan. agar reaksi dapat berjalan dengan cepat, walaupun hanya dengan satu bakteri saja.

    BalasHapus
  3. No 2
    Dengan cara feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).

    alternatif lain dengan cara mengunakan teknologi biomerasi..
    Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha
    untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk
    mendegradasi/mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial
    dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier, 1991). Teknologi ini sangat
    berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga
    prinsip dalam teknologi bioremediasi, yaitu pelepasan langsung mikroba ke
    lingkungan terkontaminasi, peningkatan kemampuan mikroba indigenous (asli),
    dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus (Portier, 1991).
    Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada
    komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy
    and Colwell, 1990). Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan
    berat molekul besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat
    dibandingkan dengan senyawa dengan berat molekul rendah. Meski demikian
    beberapa studi menunjukkan bahwa degradasi pada kondisi optimum terhadap
    senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi (Leahy and Colwell, 1990). Demikian
    juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al., 1992).

    BalasHapus